Arsip Komunitas

Tentang Kami

Kami adalah komunitas yang fokus pada upaya penyelamatan naskah kuno Indonesia.
Diberdayakan oleh Blogger.
Jumat, 12 Juli 2013
Beberapa Naskah di Museum Cangkuang
Bulan September 2012 menjadi titik awal komunitas naskah kuno Indonesia terbentuk. Berangkat dari keprihatinan kondisi naskah kuno di Indonesia, Mila, Umi, Ardesita, Rizky dan Isna sepakat untuk membuat sebuah kelompok kecil yang berupaya untuk menyelamatkan naskah kuno Indonesia. Kelompok ini merupakan cikal bakal komunitas naskah kuno Indonesia

Awalnya kelompok kecil ini berusaha mengimplementasikan upaya penyelamatan naskah kuno secara kecil-kecilan melalui sebuah program dari Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan yang bernama PKM (Program Kreatifitas Mahasiswa). Program ini dibingkai dalam suatu kegiatan yang berorientasi pada pengabdian masyarakat. Skala kegiatan ini pun sangat terbatas. 

Kelompok ini kemudian berusaha menerapkan upaya penyelamatan naskah di salah satu Desa di Garut, Jawa Barat. Desa Cangkuang merupakan desa objek pertama program ini. Di desa ini setidaknya terdapat belasan naskah kuno dengan kondisi yang cukup mencemaskan. Hampir sebagian besar naskah dengan kondisi rusak disimpan di sebuah museum mini di lokasi situs Candi Cangkuang. 

Dengan dibimbing oleh Munawar Holil, M.Hum, salah seorang filolog handal sekaligus dosen filologi di Universitas Indonesia, kelompok kecil ini kemudian berusaha untuk memecahkan masalah, mencari solusi atas permasalahan naskah kuno di Desa Cangkuang. Solusi pertama  yang diajukan kelompok ini adalah dengan membuat rumah naskah modern yang bisa menyimpan naskah secara aman. 

Usul ini rupanya tidak realistis mengingat dana yang bisa didapat dari Kemendikbud yang terlampau kecil untuk program semacam itu, belum lagi masalah birokrasi yang diperkirakan akan berbelit-belit. Oleh karena itu pembimbing menyarankan kelompok kecil ini untuk bergerak lebih realistis. Setelah berembug panjang maka pilihan yang mungkin untuk mengupayakan keselamatan naskah adalah dengan melakukan digitalisasi naskah kuno dan penyuluhan merawat naskah kuno kepada masyarakat sekitar. 

Upaya ini merupakan upaya antisipatif untuk mencegah kerusakan naskah. Namun demikian upaya ini lebih mungkin untuk dilakukan. Proposal PKM pun akhirnya dirancang. Hingga pada bulan Februari 2013 diumumkan bahwa kegiatan ini lolos didanai Kemendikbud khususnya Dirjen Pendidikan Tinggi (Dikti). Sejak saat itu, gerakan dari komunitas naskah kuno Indonesia yang sesungguhnya pun dimulai pelan-pelan.
Naskah Kuno Kondisinya Mengenaskan
Batik, keris, wayang dan angklung, baru  diakui UNESCO sebagai warisan budaya dunia bendawi  yang berasal dari Indonesia,  setelah munculnya klaim-klaim budaya yang dilakukan oleh negara tetangga. Sebuah upaya pelestarian suatu hasil kebudayaan  seakan baru dimulai setelah terjadi pengakuan bangsa lain terlebih dahulu.

Naskah kuno sebagai peninggalan tertulis bangsa Indonesia, selain prasasti, yang memuat rekam jejak bangsa Indonesia sejak masa lampau adalah salah satu warisan budaya bendawi yang keberadaanya belum diperhatikan secara serius hingga saat ini. Padahal, naskah kuno memuat kekayaan budaya berupa ilmu pengetahuan, yang tak ternilai mulai dari sastra, sejarah, astronomi, kedokteran, ekonomi, matematika, dan berbagai macam bidang ilmu pengetahuan lainnya, yang patut untuk dipelajari dan terus dikembangkan.

Namun, kekayaan budaya tersebut belum sampai pada tahap dipelajari apalagi dikembangkan. Sekedar upaya untuk menyimpannya secara fisik saja ternyata masih kurang. Padahal, jika naskah tidak dirawat dengan baik, maka akan terjadi kerusakan maupun kehilangan naskah. Artinya, rekam jejak budaya bangsa pun akan hilang. Sehingga dikhawatirkan anak cucu kita kelak sudah tidak pernah tahu lagi rekam jejak budaya bangsanya.

Menurut  UUD 1945 Amandemen Ke 4 disebutkan dalam pasal 32 ayat 1, bahwa “Negara memajukan kebudayaan nasional Indonesia di tengah peradaban dunia dengan menjamin kebebasan masyarakat dalam memelihara dan mengembangkan nilai-nilai budayanya”.  Masyarakatlah yang menjadi tonggak pemeliharaan dan pengembangan budaya. Namun permasalahannya, masyarakat  tidak memiliki pengetahuan yang cukup untuk melakukan tugas tersebut. Perlu adanya peran serta akademisi untuk memberdayakan masyarakat agar bisa menjalankan fungsi tersebut.